Design Thinking vs Agile: Mana yang Lebih Cocok untuk Produk Digital?

Dalam dunia pengembangan produk digital, dua pendekatan yang sering digunakan adalah Design Thinking dan Agile. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama — menciptakan produk yang bermanfaat dan sukses di pasar — pendekatan, proses, dan fokus keduanya sangat berbeda. Lalu, mana yang lebih cocok untuk membangun produk digital? Atau apakah justru keduanya perlu digunakan secara bersamaan?

Artikel ini akan membahas perbedaan utama antara Design Thinking dan Agile, kelebihan masing-masing, dan bagaimana keduanya dapat saling melengkapi dalam proses pengembangan produk.


Apa Itu Design Thinking?

Design Thinking adalah metode pemecahan masalah yang berfokus pada pengguna. Pendekatan ini berasal dari dunia desain, namun telah diadopsi secara luas oleh tim produk, bisnis, hingga teknologi karena kemampuannya dalam menciptakan solusi yang benar-benar relevan dengan kebutuhan pengguna.

Tahapan Design Thinking:

  1. Empathize – Memahami kebutuhan, emosi, dan tantangan pengguna.
  2. Define – Menyusun pernyataan masalah berdasarkan pemahaman pengguna.
  3. Ideate – Menghasilkan ide-ide kreatif untuk solusi.
  4. Prototype – Membuat model atau versi awal dari solusi.
  5. Test – Mencoba prototipe pada pengguna untuk mendapatkan umpan balik.

Fokus utama dari Design Thinking adalah memastikan bahwa solusi yang dikembangkan benar-benar berakar pada kebutuhan manusia.


Apa Itu Agile?

Agile adalah metodologi pengembangan produk dan perangkat lunak yang berfokus pada kecepatan, fleksibilitas, dan kolaborasi tim. Agile mendorong proses pengembangan yang iteratif dan inkremental, di mana tim membangun produk dalam potongan kecil (sprint) dan terus-menerus menyempurnakan berdasarkan umpan balik.

Karakteristik Agile:

  • Pengembangan dilakukan dalam siklus pendek (sprint) antara 1–4 minggu.
  • Setiap sprint menghasilkan versi produk yang dapat digunakan.
  • Melibatkan kolaborasi intensif antara tim pengembang dan pemangku kepentingan.
  • Menerima dan merespons perubahan secara fleksibel sepanjang proses.

Fokus utama Agile adalah menghasilkan produk dengan cepat, menguji keefektifannya, dan mengubah arah dengan mudah jika diperlukan.


Perbedaan Utama Design Thinking dan Agile

Aspek Design Thinking Agile
Fokus utama Pemahaman pengguna dan pemecahan masalah Pengiriman cepat dan peningkatan produk
Dimulai dari Observasi dan eksplorasi masalah Daftar fitur atau kebutuhan yang telah ditentukan
Proses Non-linear dan eksploratif Iteratif dan terstruktur
Output awal Ide dan prototipe Fitur produk yang dapat digunakan
Digunakan oleh Desainer, researcher, tim inovasi Developer, product owner, scrum master
Tahapan penggunaan Tahap awal untuk eksplorasi ide Sepanjang proses pengembangan

Kapan Menggunakan Design Thinking?

Design Thinking sangat efektif jika:

  • Masalah pengguna belum sepenuhnya dipahami.
  • Tim berada di tahap awal proyek dan perlu eksplorasi ide.
  • Fokus utama adalah inovasi dan menciptakan solusi yang benar-benar relevan.
  • Diperlukan pendekatan yang empatik untuk memahami perilaku dan motivasi pengguna.

Kapan Menggunakan Agile?

Agile lebih tepat digunakan jika:

  • Produk sudah memasuki tahap pembangunan.
  • Masalah dan solusi sudah cukup jelas, tinggal dieksekusi secara efisien.
  • Dibutuhkan kecepatan dalam merespons perubahan atau umpan balik pasar.
  • Tim memiliki ritme kerja yang membutuhkan struktur, kolaborasi, dan iterasi berkelanjutan.

Apakah Harus Memilih Salah Satu?

Tidak harus. Justru, Design Thinking dan Agile bisa dan sebaiknya digunakan bersamaan dalam pengembangan produk digital. Keduanya saling melengkapi:

  • Design Thinking digunakan di tahap awal untuk mengeksplorasi dan menemukan solusi yang tepat.
  • Agile digunakan setelahnya untuk membangun, menguji, dan menyempurnakan solusi tersebut secara efisien.

Contoh Kombinasi Strategis:

  1. Minggu 1–2: Observasi dan pemetaan kebutuhan pengguna (Design Thinking)
  2. Minggu 3: Ideasi, prototyping, dan validasi awal
  3. Minggu 4–8: Pengembangan berbasis sprint (Agile)
  4. Umpan balik dari pengguna digunakan untuk memperbaiki atau menyesuaikan ide awal
  5. Siklus berulang: revisi ide atau produk, uji kembali, lalu lanjut ke pengembangan

Pendekatan hybrid ini membantu tim menghindari jebakan membangun produk yang “benar secara teknis” tetapi salah sasaran secara kebutuhan pasar.


Kesimpulan

Design Thinking dan Agile bukanlah pendekatan yang saling menggantikan. Sebaliknya, mereka adalah dua sisi dari proses inovasi dan eksekusi produk digital.

  • Gunakan Design Thinking untuk menemukan masalah dan solusi yang benar.
  • Gunakan Agile untuk membangun dan mengembangkan solusi tersebut dengan cepat dan fleksibel.

Jika digunakan secara tepat dan pada momen yang sesuai, kombinasi keduanya dapat mempercepat inovasi, meningkatkan kepuasan pengguna, dan menciptakan produk digital yang lebih sukses di pasar.